Archive for the ‘sekolah’ Category

PAN: Dewa Penolong Guru Bantu

Juni 19, 2007

Pada tanggal 2 Mei 2005, ribuan guru bantu merangsek gedung DPR menggugat nasib yang selama ini tidak menentu. Mereka menerima gaji tiap bulannya dari APBN, tapi mereka tidak pernah disebut sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tak satu Fraksi pun turun mendengarkan suara mereka, kecuali beberapa anggota DPR dari FPAN. Mereka dipersilakan masuk, diperlakukan terhormat, bahkan dijamu sebagai tamu yang baik.

Bahkan dalam ruangan Fraksi PAN DPR RI, setelah mereka diterima oleh pimpinan dan memeperoleh jaminan bahwa nasib mereka akan diperjuangkan secara sungguh-sungguh, mereka mendeklarasikan apa yang kemudian hari disebut sebagai Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia. Kata Indonesia mencerminkan ‘manifesto’ perjuangan mereka pada level nasional.

Masih merasa kurang dengan jaminan tersebut, sore harinya mereka menyerbu gedung DPP PAN, yang kala itu masih di bilangan Tebet Jakarta Selatan. Mereka ditemui oleh Ketua Umum PAN yang baru saja terpilih, Soetrisno Bachir. Pada kesempatan itu selain mengucapkan ‘Selamat Hari Pendidikan Nasional’, ketua umum PAN juga berjanji akan memperjuangkan agar Guru Bantu diperjelas nasibnya menjadi PNS saja secara bertahap. “PAN akan berjuang dalam tiga tahap, insya Allah tahun 2007 Anda semua sudah menjadi PNS”, ucapnya sembari diiringi riuh tepuk tangan membahana, dan lagu hymne guru yang dinyanyikan spontan dengan derai air mata yang haru. Melalui menteri Pendidikan Nasional “Bambang Sudibyo” yang juga kader PAN di pemerintahan, Mas Tris (panggilan akrab Soetrisno Bachir) yakin bisa memenuhi janji tersebut.”Kalau Pak Menteri tidak mau, ya..kita ganti saja”, katanya dengan bangga.

Rupanya omongan Mas Tris mulai terasa menjadi nyata. Seminggu kemudian surat yang sebelumnya dikirim ke Menteri Pendidikan direspon. PakMenteri memanggil perwakilan guru bantu untuk dimintai masukan masalah tersebut. Para Pengurus dengan sigap menghadap, didampingi fungsioaris PAN, diantaranya Ibu Yuliani Paris (Ketua Badan Pendidikan dan Kesehatan DPP PAN), dan Siti Hikmawati (DPP PAN), dan saya sendiri (Alip Purnomo, Litbang PAN, yang kebetulan mereka angkat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan FKGBI).

Selepas tiga pertemuan di atas, pengangkatan Guru Bantu menjadi PNS menjadi wacana hangat baik di media massa maupun bagi kalangan DPR terutama di komisi yang terkait dengan itu, yakni Komisi X (yang menangani masalah pendidikan) dan II (menyangkut masalah kepegawaian).

Gayung bersambut, kedua komisi menyetujui setelah melalui proses pro kontra yang tidak terlalu panjang. Akhirnya terjadi iklim yang kondusif bagi rencana pengangkatan para Guru Bantu menjadi PNS.

Presiden pun mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatasi berbagai kendala yang muncul menyangkut umur dan masa kerja yang cukup variatif yang jika diberlakukan normal sesuai peraturan akan mengganjal para Guru bantu yang rata-rata sudah berusia senja. PPNo. 48 Tahun 2005 yang mengatur pengangkatan tenaga honorer sebagai PNS. Prinsipnya PP tersebut ingin mengatur dan mempermudah pengangkatan bagi para guru bantu menjadi PNS.

Tak ada gading yang tak retak. Meskipun awalnya PP tersebut disambut gembira, namun mulai muncul kesadaran bahwa PP tersebut tak hanya mengatur Guru Bantu melainkan seluruh tenaga honorer yang terdiri dari Honorer Pusat (salah satunya gurubantu), Honor provinsi, dan Honor kabupaten. Bahkan bukan hanya mengangkat para guru, tapi juga tenaga kesehatan, penjaga palang kereta, tenaga penyuluh pertanian, dan sebagainya. Terlebih kenyataan dilapangan membuat Guru Bantu meradang.

Pemerintah yang tadinya menjanjikan untuk memberikan kuota bagi Guru Bantu sebesar 80.000 orang pada tahap pertama, 80.000 orang pada tahap kedua, dan sisanya pada tahap ketiga pada periode rekruitmen PNS tahun 2005, 2006, dan 2007. Guru Bantu ternyata harus menelan pil pahit. Rekruitmen PNS seperti yang sudah mereka curigai akhirnya tidak sesuai janji. Pemerintah hanya mampu mengangkat Guru bantu menjadi PNS sebanyak 44.000 orang, sisanya dikuasai oleh tenaga honorer lainnya yang sarat dengan manipulasi pejabat danorang daerah.

Merasa dirinya berjuang paling depan, namun dalam proses pendataan di daerah mereka dikebelakangkan, bahkan ada uasaha-usaha menyingkirkan. Menghadapi semua ini mereka kembali berkonsolidasi. Sejumlah pasal dalam PP tersebut terus dikritisi. Semua prose penyimpangan mereka awasi. Ada aturan-aturan yang mereka rasakan tidak adil. Kembali sejumlah pertemuan digelar mulai dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga kawasan timur lainnya. Anggota dewan dari PAN kembali turun gelangang menyerap aspirasi dan menentramkan hati mereka.

Sejumlah anggota dewan dari PAN kembali melontarkan wacana agar PP yang menjadi biang keladi segera direvisi. Bahkan Rakernas PAN I tahun 2006 mengeluarkan rekomendasi politik untuk secara konsisten membela nasib Guru Bantu yang terzalimi. Bahkan Rekomendasi Rakernas PAN II tahun 2007 lebih menekankan lagi arti penting dan konsistensi pembelaan tersebut.

Kembali pengangkatan tenaga honorer dan guru bantu menjadi PNS terkendala soal revisi. Pemerintah dipaksa tidak punya pilihan selain memenuhi tuntutan tersebut. Bahkan untuk menjamin agar revisi ini tidakmelenceng dari substansi, rancangan materi revisi di bahas di DPR RI komisi II. Ir. Sayuti Asyathri, kader PAN yang kebetulan menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI termasuk yang banyak menginterupsi. Bahkan sering mengadakan pertemuan-pertemuan di luar forum resmi dengan pemerintah (MenPAN) untuk memberikan jaminan revisi yang murni. Bahkan tak jarang beliau menggelarpertemuan dengan perwakilan / massa guru bantu demi menyerap aspirasi.

Revisi PP 48/2005 rupanya terkendala resufle Kabinet Indonesia Baru. Baru pada era Mensesneg Ir Hatta Radjasa, yang juga merupakan kader PAN Rencana Revisi PP 48/2005 tersebut diseriusi, disetujui di rapat kabinet, dan konon ditandatangani.

Dari hirarki di atas, tidak salah kalau PAN memiliki slogan sebagai terdePAN dalam membela kepentingan rakyat khususnya bagi dunia pendidikan. Semoga hal tersebut berlaku juga dalam bidang-bidang yang lain…Hidup PAN..!!!

Sekolah Berbudaya Mutu

Juni 19, 2007

Suatu sekolah dikatakan memiliki budaya mutu jika sekolah tersebut telah menerapkan sistem manajemen kendali mutu (total quality management) yakni apabila sekolah tersebut didukung oleh lima pilar: (1) fokus pada pengguna (konsumen); (2) keterlibatan secara total semua unsur yang ada di sekolah atau semua anggota; (3) melakukan pengukuran; (4) komitmen pada perubahan; serta (5) penyempurnaan yang terus-menerus.

Apabila kelima pilar tersebut sudah tertanam dalam sekolah yang kita kembangkan dan telah disesuaikan dengan visi/misi, program jangka panjang dan jangka pendek dari sekolah tersebut, maka boleh jadi sekolah tersebut telah mengembangkan menejemen mutu total/menejemen kendali mutu atau total quality management (TQM).

Keberhasilan mengimplementasikan menejemen mutu total dalam rangka peningkatan mutu pendidikan harus didukung oleh kerjasama sinergis dari seluruh komponen pendidikan. Sekolah membutuhkan staf personil yang memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan sisi intelektual, emosional, dan spiritualnya, sehingga dapat menumbuhkan dan mengembangkan moral kerja yang berorientasi pada budaya mutu.

Dalam mengimplementasikan menejemen mutu diperlukan kepala sekolah yang mampu memberdayakan seluruh komponen yang ada di sekolah, sehingga mereka memiliki kemauan dan kemampuan untuk bersama warga sekolah yang lain untuk mencapai visi yang telah dirumuskan bersama. Kepala sekolah sebagai kommitmen yang paling menentukan di sekolah hendaklah mampu meningkatkan kompetensi dan profesionalisme seluruh tenaga kependidikan yang ada di sekolahnya, termasuk guru di dalamnya.

Profil sekolah yang berbasis manajemen mutu total adalah sekolah yang berfokus pada pengguna, terlibatnya seluruh komponen yang ada di sekolah tersebut, adanya aktifitas pengukuran, memiliki komitmen pada perubahan serta mampu melakukan perbaikan dan penyempurnaan secara terus menerus.

Ada beberapa saran sekaligus sebagai penutup tulisan ini berkaitan dengan upaya mengimplementasikan manajemen mutu total di sekolah yaitu pertama, sebaiknya dalam mengimplementasikan menejemen mutu total di sekolah dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan antara lain mensosialisasikan MMT, melakukan analisis situasi sasaran (output), merumuskan sasaran, melakukan analisis SWOT, menyusun rencana peningkatan mutu, melakukan evaluasi pelaksanaan, merumuskan sasaran mutu baru.

Kedua, untuk mengimplementasikan program manajemen mutu total di sekolah, hendaknya kepala sekolah mampu melibatkan semua elemen yang ada di sekolah dan elemen-elemen masyarakat yang lain.

Ketiga, kepala sekolah dan seluruh komponen yang ada hendaklah mampu melaksanakan visi sekolah yang berbasis mutu, dan mampu menjalin kerjasama yang sinergis dengan masyarakat.