Pilkada Maluku Utara | Pelanggaran UUD 1945| Pemakzulan Presiden

September 28, 2008
Ir. Sayuti Asyathri, Wakil Ketua Komisi II DPR-RI, Ketua Litbang DPP-PAN

Ir. Sayuti Asyathri, Wakil Ketua Komisi II DPR-RI, Ketua Litbang DPP-PAN

Pintu Pemakzulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terbuka lebar apabila pemerintah pusat memaksakan diri melantik Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara Thaib Armaiyn-Abdul Ghani Kasuba sebagai Gubernur dan Wakil Gubenur pada Senin (29/9) pukul 14.00 WIT, yang masih dalam sengketa.

Keputusan tersebut diambil secara mendadak menyusul fax dari Departemen Dalam Negeri Nomor 121.82/2961/s.1 yang meminta DPRD menyusun angenda rapat paripurna istimewa untuk pelantikan gubernur dan wakil gubernur Maluku Utara.

“Kita tetap harus menghormati amanat konstitusi (UUD Negara Repulik Indonesia) pasal 22 E ayat 5 yang berbunyi :“Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri”, demikian diungkapkan Ir. Sayuti Asyathri, Wakil Ketua Komisi II DPR RI di Jakarta (29/9) dini hari.

“Setelah disahkan Undang Undang nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelanggaran Pemilu maka profil KPU telah ditegaskan kedudukannya sesuai dengan amanat konstitusi tersebut terutama untuk menjaga sifat-sifatnya yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Artinya KPU yang baru dibentuk berdasarkan undang undang tersebut tidak memberi peluang untuk adanya intervensi apapun baik oleh lembaga lembaga negara yang lain maupun oleh partai dan kekuatan politik”, ungkapnya.

Sayuti melanjutkan, “Keputusan KPU tentang hasil Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara dengan demikian setelah dikirimkan oleh KPU melalui DPRD kepada Presiden tidak boleh dirubah oleh Presiden dengan pasangan yang lain yang tidak dinyatakan menang oleh KPU Provinsi”.

“Presiden hanya memiliki kewenangan untuk menetapkan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur yang diajukan oleh KPU tersebut dalam waktu paling lama 30 hari setelah tanggal pengajuan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dan amanat pasal 109 ayat (4) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Kalau Presiden tetap memutuskan untuk mengesahkan pasangan lain selain yang diusulkan oleh KPU maka para pihak yang memiliki legal standing dapat mengajukan gugatan atas presiden pada Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dianggap telah melanggar konstitusi”, kata Ketua Litbang PAN ini.

“Sesuai dengan konstruksi ketentuan dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia pasal 7A yang berbunyi :

Presiden dan atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam pasal 7b ayat (2), dikatakan bahwa :
Pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut atapun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR.

Adapun pendapat DPR tersebut dapat didahului dengan gugatan oleh yang memiliki legal standing yang kemudian hasilnya dapat digunakan oleh DPR untuk memproses secara formal sebagai formalitas untuk memenuhi ketentuan pasal 7A dan seterusnya 7B ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7)”, ungkapnya meyakinkan.

“Konstruksi Undang Undang Dasar tentang pemakzulan memberi peluang DPR dapat mengajukan pemakzulan presiden kepada MPR dengan cara yang lebih ringkas atau jalan pintas dengan hanya melakukan sedikit perubahan atas tata tertib DPR yang memberi kewenangan kepada DPR untuk memproses usulan pemakzulan berdasarkan hasil putusan dari gugatan yang diajukan oleh yang memiliki legal standing. Perubahan tata tertib tersebut adalah turunan dari amanat konstitusi pasal 7A yang memberikan kewenangan kepada DPR untuk memberikan pendapat dalam rangka pemakzulan presiden / wakil presiden”, kata Alumni UI ini.

“Melihat posisi legal yang seperti itu mestinya siapa saja Presiden yang memiliki kewarasan konstitusi tidak akan nekad untuk memutuskan pemenang pilkada Gubernur / Wakil Gubernur yang tidak sesuai dengan keputusan KPU. Makanya kita hampir tidak pernah percaya bahwa Presiden yang selama ini terkenal sangat waras konstitusi, mau mengambil satu tindakan yang begitu tidak waras secara konstitusi, satu istilah yang untuk pertama kalinya digunakan oleh DR. Thamrin Amal Tomagola khusus terkait dengan pilkada Maluku Utara, apalagi keputusan tersebut dibuat dalam bulan ramadhan, beberapa hari sebelum Idul Fitri. Artinya Presiden tiba-tiba menjadi sangat tidak arif dan bijaksana terhadap kondisi damai di Maluku Utara dalam suasana yang kental dalam silaturahmui dan saling memaafkan tiba-tiba dirusak oleh sebuah keputusan yang bisa dianggap merusak kedamaian Ramadhan dan Idul Fitri”, kata Sekretaris FPAN MPR RI ini.

“Sebenarnya mengingat masa jabatan Presiden yang sudah tinggal sedikit lagi, impeachment terhadap Presiden tidak efisien dan bisa menimbulkan instabilitas politik yang menggangu kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi pelanggaran konstitusi tersebut bisa membawa dampak yang jauh lebih parah yaitu ketidakpastian hasil-hasil pemilu legislatif dan presiden tahun 2009 nanti. Yaitu apapun hasil pemilu nanti bisa saja tidak diterima oleh Presiden dan di intervensi kewenangan KPU sehingga menimbulkan dampak lebih besar terhadap nasib perjalanan bangsa kita ke depan”, ungkap pria penggemar filsafat Islam ini mengakhiri pembicaraan.

Juli 22, 2008

 

Siape aje, oke. Kalimat tersebut merupakan text line atau tema kampanye dari Alip Purnomo (AP), mantan aktivis mahasiswa di tahun 1998 ini. AP (33 tahun) yang saat ini merupakan Staf Ahli FPAN MPR RI, bertekad untuk mewujudkan perubahan dan harapan tersebut. “Anak muda dan perubahan merupakan keniscayaan, sehingga diharapkan ‘siape aje, oke”. “Yang menghalang-halangi perubahan pasti akan melawan kecenderungan zaman”, tuksanya. Ia maju dari sebuah partai yang tergolong reformis, yakni PAN. Cita-citany adalah untuk menuntaskan reformasi yang dulu pernah di peloporinya.   
 
Ini adalah salah satu alternatif bagi masa depan negara kita. bagi masyarakat yang ingin mendukung bisa menghubunginya langsung di HP 0815-105-839-75.

TERIMA AWARD, AP TETAP KOMIT TERHADAP NASIB GURU BANTU DKI JAKARTA

Juli 17, 2008

Meskipun telah menerima sejumlah penghargaan Alip Purnomo (AP), MPO Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia (FKGBI), tetap komitmen untuk memperjuangkan nasib Guru Bantu DKI Jakarta yang masih tertahan nasibnya di gerbang pemda.

Forum Komunikasi Guru Bantu Karawang, kemarin (6/7) memberikan penghargaan kepada AP dengan nama Fighter Award 2007. Penghargaan tersebut sebagai ucapan terimakasih atas perjuangan dan dukungan moral yang selama ini diberikan oleh AP kepada mereka. “Alhamdulillah, 100% Guru Bantu Karawang saat ini sudah menjadi PNS”, ungkap Dedi Ruswantono, ketua FKGB Karawang ketika menyampaiakn undangan acara, suatu ketika. Beberapa lain yang turut menerima penghargaan karena dianggap berjasa memperjuangkan nasib mereka diantaranya adalah Bambang Sudibyo (Menteri Pendidikan Nasional), Soetrisno Bachir (Ketua Umum PAN), Sayuti Asyathri (Wakil Ketua Komisi II DPR RI), serta Munawar Sholeh (Anggota Komisi X DPR RI).

Meskipun begitu, AP belum mau berleha-leha, pasalnya sekitar 7.000 Guru Bantu DKI masih terlantar nasibnya akibat mereka ditempatkan pemerintah di Sekolah Swasta. Guru Bantu DKI Jakarta ibaratnya adalah anak tiri pemerintah DKI yang saat ini di bawah kepemimpinan Fauzi Bowo.

“Mereka harus bersabar, dan mengubah strategi perjuangan, serta melakukan negosiasi ulang. Insya Allah akan lancar-lancar saja”, kata AP.

Berorasi di depan ribuan Guru bantu DKI Jakarta

Berorasi di depan ribuan Guru bantu DKI Jakarta

Caleg PAN Jangan Tonjolkan Gelar Tapi Gunakan Bahasa Rakyat

Juli 14, 2008

Minggu, 20 Januari 2008 12:32

Kapanlagi.com – Calon anggota legislatif (Caleg) Partai Amanat Nasional (PAN) diminta untuk tidak menonjolkan gelar-gelar kepangkatan atau jenjang pendidikan tapi harus menggunakan bahasa rakyat dalam berinteraksi dengan masyarakat pemilih di wilayahnya.

“Para Caleg PAN jangan sok pintar kepada rakyat, jangan pake gelar-gelaran karena rakyat tidak mengerti,” Kata Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir di hadapan ratusan kader PAN saat meresmikan Rumah PAN Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Banten di Serang, Sabtu (19/01).

Menurut dia, caleg dan kader PAN dari tingkat yang paling bawah di kelurahan/desa dan kecamatan, atau Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) harus bisa memahami kondisi rakyat di wilayahnya masing-masing dan harus lebih dekat dengan mereka.

Karena kedepan, kata dia, seorang Caleg dari PAN yang tidak dikenal rakyatnya tidak akan dipilih dan tidak bisa jadi anggota legislatif, tapi sebaliknya jika lebih dekat dengan pemilih meskipun ada di urutan nomor paling bawah mungkin saja bisa jadi anggota legislatif karena dipilih langsung berdasarkan suara terbanyak, sebab saat ini rakyat sudah anti terhadap Parpol.

PAN saat ini, untuk pemilu 2009 akan menggunakan sistem pemilihan Caleg dini dan sistem suara terbanyak yang diberlakukan di internal PAN, mekanismennya seperti pemilihan kepala daerah yakni seorang calon anggota legislatif yang akan terpilih menjadi anggota legislatif, PAN harus memperoleh suara terbanyak dan tidak terbatas pada nomor urut Caleg.

Terkait dengan target perolehan suara pada Pemilu 2009, Soetrisno mengatakan, PAN mentargetkan minimal 15 persen perolehan kursi baik di DPRD kabupaten/kota, DPRD Provinsi dan di DPR-RI, dengan demikian PAN bisa mengusung calon presiden dari partainya sendiri tidak berkoalisi dengan partai lain.

Saat ditanya mengenai kesiapan dirinya untuk dicalonkan menjadi presiden pada Pilpres 2009, ia tidak menyatakan siap atau tidak siap, akan tetapi mekanisme untuk itu akan dilakukan seleksi siapa kader yang pantas dicalonkan PAN pada Pilpres 2009 dan akan dipilih kader yang terbaik, namun jika tidak ada kader yang terpilih maka alternatifnya dari luar kader PAN.

“Kalau untuk calon presiden sepertinya saya masih banyak kekurangan dan lain sebagainya, namun demikian kita tunggu saja nanti siapa kader yang terbaik dari PAN yang akan dipilih karena tidak mesti Ketua Umum yang harus dicalonkan,” katanya. (*/lpk)

Golkar Waspadai ‘Bola Liar’ Angket

Juli 9, 2008

INILAH.COM, Jakarta – Hak angket mengenai kenaikan harga BBM yang disepakati parlemen dikhawatirkan menjadi ‘bola panas’ yang bergulir ke berbagai arah tanpa bisa diprediksi. Apalagi bila anggota DPR tergoda melakukan politicking terhadap hak tersebut.

27/06/2008 18:21

Kekhawatiran itu dilontarkan politisi Partai Golkar. “Hak angket ini bisa menjadi bola liar. Bisa unpredictable,” kata Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Priyo Budi Santoso dalam diskusi bertema ‘Kemana Arah Hak Angket BBM?’ di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat (27/6).  Priyo mengemukakan, Golkar mengakui ngeri dengan bergulirnya hak angket itu, karena susah diprediksi ke mana arahnya. Hak angket merupakan senjata pamungkas dibanding hak DPR lainnya. “Kalau digunakan, bisa ‘sodok sana-sodok sini. Karena itu, kita tawarkan hak interpelasi, tetapi ditolak,” katanya. Berdasarkan pengalaman, penggunaan hak angket telah menyebabkan Presiden Abdurrahman Wahid terpental dari kekuasaan. Di era Presiden Megawati, hak angket tender kapal tanker milik Pertamina juga mengakibatkan Menneg BUMN Laksamana Sukardi harus berurusan dengan Kejaksaan. Meski begitu Golkar masih menduga-duga arah yang akan dituju dari hak angket kenaikan harga BBM. Golkar berharap, anggota DPR tidak tergoda politicking. “Hak angket ini kuasanya bukan main besarnya. Bisa panggil siapa saja,” kata Priyo Budi Santoso. Golkar menilai hak angket DPR tidak perlu memanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Angket DPR ini bisa saja bolak-balik periksa siapa saja, termasuk pihak yang diduga mafia perminyakan. Tetapi kita harapkan jangan memanggil Presiden dan Wapres. Terlalu pagi mengarahkan moncong angket BBM ini ke Istana,” katanya. Secara politis, Golkar merasa terbebani oleh bergulirnya hak angket ini. Karena itu, kasus hak angket ini diharapkan dapat dituntaskan sebelum Pemilu 2009. [*/P1]

DEMO BOLA DI DPR

Juli 9, 2008
DEMO BOLA  DI DPR

DEMO BOLA DI DPR

Puluhan Buruh dari Serikat Buruh Transportasi Nasional (SBTN) Jakarta International Container Terminal (JICT) mendatangi gedung DPR. Bukan untuk demo BBM, bukan pula demo UMR, melainkan demo bola. Merasa dirinya jago main bola, sore itu mereka menantang Staf Ahli FPAN MPR RI, Alip Purnomo, dan rekan-rekannya untuk uji tanding bola. “Bukan hanya DPR yang bisa main bola liar dan panas, kami juga bisa”, tantangnya.

Cerita tentang Politisi dan “Blog”

Juli 9, 2008

Kompas tekno

Kamis, 3 Juli 2008 | 10:13 WIB

Oleh Pepih Nugraha

Senator Barack Obama, kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, tahu betul memanfaatkan kekuatan situs atau blog pribadi untuk meraih simpati sekaligus kemenangan. Pada konvensi partai, Obama menyingkirkan saingan terkuatnya, Hillary Rodham Clinton, dengan orasi kampanyenya yang mengena.

Di luar kemampuannya memikat calon pemilih yang amat rasional di dunia nyata, Obama juga unggul di dunia maya. Ia pandai memanfaatkan kekuatan media online. Terlepas bahwa orang lain yang menggarap perwajahan dan isi situs pribadinya, Obama tidak harus malu menyatakan diri sebagai blogger yang mengelola dan memelihara situs pribadinya secara rutin.

Tengok situs http://www.barackobama.com atau http://www.my.barack-obama.com yang selalu di-update. Kedua situs itu tidak semata-mata meminta dana dari para simpatisannya, tetapi juga menawarkan berbagai produk ”Barack Obama”. Tidak kurang dari 400 produk ditawarkan, mulai dari kaus T-shirt, topi, pin, kancing, payung, jaket, cangkir, sampai stiker. Lebih progresif, Obama memiliki armada pengiriman barang agar lekas sampai kepada pemesan.

Selain mengundang para blogger membuat testimoni, Obama juga menarik pemilih Hispanik dengan membuat situs versi bahasa Spanyol. Ini yang paling mencengangkan: Obama memiliki kanal untuk menyambut pemilih Hillary Clinton!

Di kanal bertajuk ”Welcome Hillary Supporters” yang dilengkapi foto Hillary itu, Obama menyilakan pendukung Hillary segera beralih mendukungnya. Alasannya sederhana, setelah Hillary kalah dalam konvensi, para pendukung Hillary pun merupakan orang-orang Demokrat yang amat diperlukan saat pemilihan presiden melawan kandidat Partai Republik, John McCain.

Jelaslah, Obama tidak menganggap Hillary dan para pendukungnya sebagai ”pengkhianat” yang harus dijauhi hanya karena tidak memilihnya. Lewat situs pribadinya, Obama mengajak mereka memperkuat dan memenangkan Demokrat dalam pemilihan presiden dengan cara memilihnya.

Dari situs pribadinya pula, para netter simpatisan Obama bisa mengetahui di mana Obama berada di dunia maya. Jejak Obama yang memanfaatkan ”ruang maya” tersebut bisa ditemui di sejumlah situs jejaring sosial, seperti Facebook, MySpace, YouTube, Flickr, Digg, Twitter, Linkedin, Eventful, BlackPlanet, Faithbase, Eons, Glee, MiGente, MyBatanga, DNC Partybuilder, dan AsianAve.

Pada 6 Juni 2008, pendukung Obama di Facebook baru 864.832 netter. Belum sampai dua minggu, pendukungnya sudah satu juta! Jumlah ini jauh di atas Hillary yang meraih 158.234 pendukung dan McCain yang meraih 146.439. Demikian pula di Twitter, pada 17 Juni pendukung Obama 998.901, yang apabila dihitung-hitung ada 135 pendukung baru setiap 20 menitnya.

Tak sekadar narsis

Blog sering dilecehkan sebagai media orang narsis, yakni orang- orang yang kelebihan hasrat menonjol-nonjolkan dirinya sendiri, orang yang senang memuji-muji kehebatannya sendiri. Karena narsisme ingin selalu dilihat dan bahkan dipuji orang, blogger terkena getah harus menanggung konotasi negatif.

Akan tetapi, kenyataannya, jumlah blogger terus membengkak. Technorati, situs penyurvei blog, menyebutkan, akhir Desember 2007 terdapat 112 juta blogger ”menyesaki” jagat maya internet ini. Seiring dengan berkembangnya jenis-jenis blog yang mengarah ke video blog (vlog), jumlahnya hingga sekarang boleh jadi sudah sampai 200 juta. Jika benar ada 1 miliar orang di dunia tersambung ke internet, artinya seperlima pengguna internet di jagat ini adalah blogger!

Penyedia blog gratisan, seperti WordPress, saat tulisan ini diturunkan sudah mencatat 3.458.488 pengguna. Dari jumlah itu, ada 143.266 posting atau konten yang diunggah (upload) setiap harinya. Padahal selain WordPress, ada juga puluhan situs penyedia web gratis. Sebut saja Blogspot, Blogsome, Blogdrive, Movable Type, LiveJournal, dan Dagdigdug. Situs terakhir adalah penyedia blog milik orang Indonesia.

Perang blog pernah terjadi saat pemilihan presiden Perancis beberapa waktu lalu antara Nicolas Sarkozy melawan saingan terkuatnya, Segolene Royal. Mulanya Royal, politisi perempuan, yang membuat blog. Tidak lama, Sarkozy membuat blog pribadi dan ”memelototi” blog-nya setiap ada kesempatan karena tak mau kalah dari Royal.

Dekati konstituen

Blog dan situs jejaring sosial seperti Facebook sebenarnya bisa mendongkrak popularitas politisi lokal menjadi politisi global. Contoh Perdana Menteri China Wen Jiabao. Di dunia nyata, namanya tidak dikenal. Orang mungkin lebih tahu Jet Lie atau Jackie Chan. Meski Wen Jiabao orang ”jadul”, tetapi ia tidak terlalu malu untuk menjadi salah seorang digital migrant dengan memajang dirinya di Facebook.

Berkat usahanya mengkapling ”ruangan” di Facebook, plus berkat kepedulian dan kehadiran Wen Jiabao mengunjungi korban gempa bumi Sichuan, popularitasnya sebagai politisi meningkat dengan menduduki 10 besar politisi dunia. Meski tidak sefantastis Obama di urutan pertama yang menggaet lebih dari 1 juta pendukung, Wen didukung 20.136 netter.

Di negeri sendiri, blog artis sinetron Sandra Dewi yang baru diluncurkan beberapa waktu lalu sudah menggaet lebih dari 8.000 anggota dengan ribuan pengunjung.

Sayangnya, blog tidak dimanfaatkan para politisi Indonesia, khususnya anggota DPR. Padahal, jika anggota DPR nge-blog, ia akan lebih dekat dengan konstituen, toh internet sudah sampai ke desa-desa. Belum pernah terdengar anggota DPR nge-blog seperti Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono. Sejumlah anggota DPR justru ramai dibicarakan di blog karena kena co- kok KPK. Beberapa anggota lainnya malah menjadi ”bintang” blog karena ketahuan berbuat mesum.

Akan tetapi, percayalah, masih banyak politisi dan anggota DPR yang baik dan berakhlak mulia, yang mungkin siap-siap nge-blog agar bisa berdekat-dekat dengan konstituen. Bukankah Pemilu 2009 sudah semakin mendekat?

Hidup adalah Perbuatan

Juli 9, 2008

Kompas (edisi cetak)

Senin, 7 Juli 2008 | 00:41 WIB

EFFENDI GAZALI

Di sekitar siaran langsung Piala Eropa 2008, pemirsa juga teterpa iklan politik Sutrisno Bachir. Salah satu pesannya yang dilontarkan sambil berpuisi lirih mengatakan, ”Kalah-menang bukan soal!”

Tentu saja ada pesan lain seperti, ”Tak pernah boleh menyerah.” Tapi, dalam kompetisi sekeras Piala Eropa, khususnya sejak putaran kedua, kalah-menang adalah soal hidup dan mati! Para pemain Belanda yang awalnya mengatakan tak takut menghadapi tim mana pun, begitu kalah dari Rusia 1-3, semua seperti tak mampu menegakkan kepalanya ke luar lapangan!

Iklan ”Hidup adalah Perbuatan” (Sutrisno Bachir/SB) bersama beberapa iklan yang mengkritik angka kemiskinan dan menagih janji SBY tidak akan menaikkan harga BBM (Wiranto), serta iklan menyejahterakan petani dan nelayan plus membeli produk dalam negeri (Prabowo) merupakan sebuah pembuka pintu. Segera aneka iklan politik akan mengalir menyerbu ruang-ruang publik, khususnya setelah 12 Juli 2008 saat kampanye resmi dimulai.

Terkepung kuantitas

Ada dua hal praktis yang perlu dikhawatirkan di awal era baru kampanye panjang ini. Satu, kekesalan—lama-lama menjadi—apriori publik terhadap iklan politik yang seakan mengepung. Di rumah, saat menonton televisi, kita harus bertemu iklan politik. Sambil sarapan pagi, publik menemukan iklan politik terpampang di koran dekat meja makan. Begitu ke luar rumah di sudut jalan sudah ada baliho iklan politik. Sambil menyetir, mendengar radio pun tak luput dari iklan politik.

Soal kuantitas, bukan hanya masalah akumulatif saat semua partai dan kandidat ramai-ramai beriklan. Bahkan, pada aras seorang kandidat pun, jumlah yang berlebihan bisa menjadi masalah.

Iklan SB dalam beberapa hal bisa menjadi contoh. Sebagai sebuah iklan perkenalan (introducing)—apa pun yang akan diperkenalkan—ia cukup berhasil. Gambar-gambar indah dengan kebanyakan gaya stil foto mengalir lancar. Publik tersentak, SB memperkenalkan minatnya dalam kompetisi kepemimpinan selanjutnya di negeri ini, lepas dari itu mau diakui sekarang atau tidak (mengingat jawaban SB selalu, ”Tunggu tanggal mainnya!”).

Kemenangan atas aspek emosional ini (75 persen iklan politik menang karena aspek emosional, lihat Brader, 2006) kemungkinan telah berhadapan dengan kejenuhan emosional pula. Ibarat makan, sudah kenyang dan mulai tidak nyaman.

Pengukuran yang bertitik fokus pada awareness (seberapa banyak orang menyaksikan iklan ini, lalu mengenal SB) bukan jaminan tidak terjadi kejenuhan emosional. Peringatan dini praktis sudah bisa dirasakan jika ada di antara anggota publik mulai bersuara, antara lain, ”Wah, berapa besar dana yang dikeluarkan?!”; ”Bukankah lebih baik jika dana itu digulirkan untuk mengentaskan kemiskinan?”, atau bahkan ekstremnya, ”Wah, KPK harus turun tangan memeriksa dari mana saja uangnya!”

Berbagai kejenuhan ini jelas bekerja secara emosional dan selalu bisa dibantah dengan penjelasan rasional. SB berhak membelanjakan uang pribadinya sebesar apa pun untuk iklan politik. Sepengetahuan saya, SB juga menggulirkan dana untuk membantu rakyat dan pengusaha kecil. Jadi, anggaplah paralel dengan belanja iklannya. Namun, bukankah dalam pertarungan aspek emosional itu jauh lebih bermanfaat jika tahap perkenalan berhenti sejenak sebelum terjadi kejenuhan emosional (yang tidak perlu)?

Andaikan awareness hasil riset baru 35 persen, tetapi ini modal yang baik dan dibenarkan dalam tahapan introducing.

Kreativitas jembatan empiris

Sisi kedua adalah kreativitas. Iklan Wiranto dan Prabowo relatif sudah masuk tahap bridging (penjembatanan) menuju positioning yang nantinya diharapkan tinggal dimemori calon pemilih. Tentu aneka strategi (personal) brand image akan dicoba-lontarkan berkali-kali untuk mencapai dan menjaga pemosisian itu.

Dari aspek emosional, belum terlihat suatu arah keberhasilan penjembatanan dengan brand image yang taktis dari semua iklan politik itu. Itu pula yang menjelaskan mengapa Wiranto sebagai pribadi relatif belum diterima secara luas oleh publik dan pemerhati dibanding Partai Hanura-nya!

Iklan SB berikut yang mungkin dimaksudkan sebagai jembatan dari tahap perkenalannya, jumlahnya relatif pas, kalau itu ditujukan di seputar Piala Eropa. Namun, fungsi jembatannya belum terlihat selain ujaran indah puisi atau narasi, yang kini terlihat sebagai ciri khas promosi di televisi, antara lain iklan acara Save Our Nation (Rizal Mallarangeng). Iklan-iklan Obama, sebagai perbandingan, sejak tahap bridging membawa isu tertentu yang jelas menjadi jembatan kondisi empiris. Untuk mempertajam, jika mau menggunakan jembatan Piala Eropa, antisipasilah pertanyaan publik, apa yang akan dilakukan SB untuk olahraga, atau mau lebih spesifik untuk PSSI?

Atau, katakanlah, publik diajak berpuisi ke level makro (meski tahap awal penjembatanan tidak lazim bermain terus di level ini), dengan niat mendorong jangan pernah menyerah; tetapi dalam konteks empiris apa? Ia akan dikontraskan dengan kekurangan atau kendala apa, yang sedang riil terjadi dan akan diperbaiki SB?

Analisis saya ini semata-mata tidak ditujukan pada iklan SB. Sebentar lagi akan banyak disaksikan iklan dengan tren yang sama; mungkin still foto, puisi dan narasi nan jelek, yang belum pas kuantitas maupun kreativitasnya pada tahap yang diinginkan. Akhirnya, yang merayakan kenduri adalah biro iklan dan konsultan yang kehebatannya meyakinkan kandidat atau partai, tetapi belum pada menempatkan diri sebagai komunitas pemilih.

Selain kekuatan dari isu-isu dan tantangan empiris di tahap bridging, iklan Obama juga begitu kreatif. Tak hanya diperhatikan betul aneka negara bagian dan segmentasi pemilih muda atau kelas pekerja dan lainnya, narasi yang dibawakan pun ”berbicara”. Seorang penikmat iklan-iklan Obama menyatakan, ”I respect so much that when Obama runs an ad, it’s him in it talking to us the whole time.”

Artikel ini memang baru percakapan awal menjelang masa kampanye panjang. Banyak hal masih bisa didiskusikan karena ”iklan adalah perbuatan (yang amat serius dalam komunikasi politik).”

Effendi Gazali Koordinator Program Magister Komunikasi Politik UI

 

18 Partai Baru Peserta Pemilu 2009

Juli 9, 2008
Kompas.com
Senin, 7 Juli 2008 | 23:05 WIB

JAKARTA, SENIN- Komisi Pemilihan Umum (KPU), Senin (7/7) malam, di Jakarta, mengumumkan 18 partai politik (parpol) baru yang lolos verifikasi faktual dan bisa mengikuti Pemilu 2009. Hasil verifikasi faktual itu dibacakan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary.

Delapan belas partai yang lolos verifikasi faktual tersebut adalah :

1.Partai Barisan Nasional
2.Partai Demokrasi Pembaruan
3.Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
4.Partai Hanura
5.Partai Indonesia Sejahtera
6.Partai Karya Perjuangan
7.Partai Kasih Demokrasi Indonesia
8.Partai Kebangkitan Nasional Ulama
9.Partai Kedaulatan
10.Partai Matahari Bangsa
11.Partai Nasional Benteng Kerakyatan
12.Partai Patriot
13.Partai Peduli Rakyat Nasional
14.Partai Pemuda Indonesia
15.Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia
16.Partai Perjuangan Indonesia Baru
17.Partai Persatuan Daerah
18.Partai Republik Nusantara

Rama si “Blogger” Tunanetra

Juli 9, 2008

Kompas (8/7/08)

Dalam buku tamu di blog miliknya, Eko Ramaditya Adikara menyebut dirinya sebagai The Indonesian Blind Blogger. Rama, demikianlah ia biasa dipanggil, memang seorang tunanetra. Namun, jika bertemu Rama jangan sekali-kali mengasihaninya sebagai orang berkekurangan. Salah-salah kita yang dikasihani karena terlalu banyak kekurangan!

Contoh saat dia mempraktikkan bagaimana menulis artikel di atas papan ketik komputer pribadi yang diperuntukkan bagi orang normal (bukan papan ketik Braille), Rama mampu menulis 60 kata per menit. Kemampuan itu setara dengan pengetik profesional mana pun yang biasa bekerja di atas papan ketik QWERTY. Rama bahkan tidak membuat kesalahan satu huruf pun atas apa yang ia tulis secepat angin berlalu itu.

Mungkin Anda bertanya-tanya, bagaimana mungkin seorang tunanetra sejak lahir mampu melakukan pekerjaan yang galibnya dilakukan orang normal? Bagaimana mungkin dia menjadi blogger yang bukan hanya sekadar mengisi kontennya, tetapi juga mendesain perwajahannya, bahkan dengan latar belakang musik digital gubahannya? Bagaimana dia bisa bekerja di atas laptop yang selalu dibawa ke mana pun ia pergi? Bagaimana pula Rama mengerti perintah komputer yang jumlahnya tak terhitung itu? ”Saya meninggalkan huruf Braille sejak sepuluh tahun lalu saat teknologi pembaca layar (screen reader) hadir. Bagi saya itu sebuah revolusi. Sampai sekarang praktis saya tidak menggunakan Braille lagi. Saya bisa membaca buku atau menulis di komputer seperti mereka yang berpenglihatan normal,” kata Rama saat kami temui pada sebuah acara Komunitas Multiply Indonesia di Jakarta, Rabu (2/7) malam lalu.

Aplikasi pembaca layar yang digunakan Rama adalah JAWS, singkatan dari Job Access With Speech. Ini sebuah peranti lunak yang dikembangkan Blind and Low Vision Group di Freedom Scientific St Petersburg, Florida, Amerika Serikat. Dengan JAWS yang pertama kali diluncurkan 1989 itu, komputer apa pun asalkan menggunakan Microsoft Windows, dimungkinkan dioperasikan oleh mereka yang menderita cacat penglihatan. JAWS mengubah teks menjadi berbicara atau text-to-speech. Tahun 1992 JAWS lebih dikenal luas seiring meluasnya penggunaan Microsoft Windows.

Rama memiliki domain sendiri untuk blog-nya, tetapi karena juga ngeblog di Multiply, ia hadir dalam pertemuan para blogger Multiply yang dimotori Sri Sarining Diyah tersebut. Pada malam itu, Rama menjadi ”bintang” di antara blogger dengan banyaknya peserta yang ingin berfoto bersama. Rama tidak canggung berfoto. Bahkan, saat kaum perempuan berebut berfoto ia nyeletuk, ”Wah, saya kayak raja semalam saja.”

Screen reader yang disebut Rama adalah peranti lunak yang memungkinkan apa-apa yang tertulis di layar komputer atau layar ponsel bisa ”terbaca” dengan cara bersuara. Saat Rama menulis menggunakan pengolah kata Word, misalnya, mesin secara otomatis mengeluarkan suara atau mengeja apa pun yang ia tulis. Kesalahan huruf pun akan diketahui dan segera diperbaiki.

Cara yang sama dilakukan Rama saat dia membaca buku Star Wars kesukaannya. Ia pindai (scan) halaman demi halaman buku itu agar bisa dibaca di layar komputer. Otomatis komputer akan membacanya dengan mengeluarkan suara. Jangan heran jika ia mengoleksi dan sudah membaca 320 buku Star Wars. Pesan pendek (SMS) di ponselnya pun ditanam peranti lunak pembaca layar serupa untuk kebutuhan mobile, yakni TALKS. Setiap Rama membuka pesan pendeknya, suara mesin terdengar persis seperti apa yang tertulis di layar ponsel.

Percaya diri

Karena berbekal kemampuan teknologi informasi itulah Rama ke mana-mana membawa ponsel dan laptop Asus dengan layar 7 inci. Ponsel perlu untuk berkomunikasi dan mengirimkan pesan, sementara laptop diperlukan untuk menulis di blog atau menulis artikel untuk media online. Kegiatan blogging dilakukannya sejak 2003 saat blog belum booming. Untuk itulah buku tamunya sudah terisi oleh 464 netter yang memberi pesan. Sebagaimana fatsun blogger, Rama menjawab sendiri semua pesan dan komentar yang masuk.

Pemuda yang kini berusia 27 tahun sejak lahir memang sudah ditakdirkan tunanetra. Sempat berhasil ditolong dengan operasi pembuatan diafragma buatan pada mata kanan sehingga mampu melihat 10 persen, tetapi setelah itu dia buta total. Meskipun menderita cacat netra, ayahnya, Rahadi Sudarsono, tidak memperlakukannya sebagai ”orang buta”. Sang ayah memperlakukan anaknya secara wajar sebagaimana orang normal, kecuali dalam hal merekam pelajaran saat Rama duduk di bangku SLTA.

”Bapak merekam semua buku pelajaran ke dalam kaset, sementara ibu membantu dengan doa dan dukungan moril,” kata Rama sebagaimana tertulis dalam blog-nya.

Rasa percaya diri itulah yang ditumbuhkan Rahadi kepada anaknya, sementara Rama menerimanya sebagai sebuah ”tantangan” karena ternyata tunanetra pun bisa mandiri tanpa harus bergantung kepada orang normal. Itu sebabnya, di semua artikel yang ditulisnya di blog, tidak ada kata mengiba-iba dan meminta dikasihani. Sebagai gantinya, ia memberi harapan dan optimisme. Ironisnya, harapan dan optimisme itu lebih ia tujukan kepada orang berpenglihatan normal yang membaca blog-nya.

Tawarkan harapan

Kepada sesama tunanetra, ia menawarkan harapan dan mengajarkan pantang berputus asa. Misalnya, ia memberi tips yang positif bagi penyandang tunanetra. ”Bagi tunanetra bisa naik pesawat terbang itu suatu keistimewaan, maka saya pun menulis tips bagaimana naik pesawat bagi tunanetra,” katanya.

”Saya ini (tunanetra) sudah beda (dengan orang normal), tetapi saya ingin berbeda dari perbedaan itu,” kata Rama mengenai filosofi hidupnya. Saat diminta menjelaskan lebih dalam makna hidupnya itu, ia mengatakan, ”Saya ingin berbeda dari rekan-rekan sesama tunanetra.”

Kalau sekadar prinsip itu, sebenarnya Rama memang beda dan bahkan istimewa dibanding tunanetra lainnya, setidaknya dalam urusan teknologi informasi. Bayangkan saja, selain menguasai berbagai program peranti lunak, dari yang paling ”jadul” seperti DOS (Disc Operation System), WordStar, sampai Windows Vista yang terbaru, ia juga mampu mengutak-atik perangkat keras komputer. ”Saya pernah merakit komputer. Memang pakai kesetrum dan ’ledakan’ segala, tetapi alhamdulillah berhasil,” kenangnya sambil terkekeh.

Rama mulai mengenal ”komputer” saat berusia lima tahun, yakni ketika Game Atari mulai muncul dan kebetulan dimiliki salah seorang tetangganya. Tahun 1996, seorang mahasiswi bernama Silvi mengajarinya mengetik 10 jari karena terkesan dengan tekad Rama yang mati-matian belajar menulis di WordStar.

Perjalanan hidup Rama dalam urusan ilmu komputer pun berubah ketika JAWS lahir dengan pembaca layarnya. Ibarat menemukan tongkat ajaib yang telah lama hilang, perjalanan Rama di bidang teknologi informasi seperti tidak terbendung. Ia kini ”mampu melihat” dan belajar tentang apa pun sesuka dia.

Dia membaca hampir semua buku best seller dan mengaku apa yang sudah dibacanya seperti menempel terus di ingatannya. Pengalaman interaksinya dengan buku dan teman-teman ia tuangkan dalam catatan harian di blog-nya.

”Bagi saya, blog sudah menjadi kehidupan kedua,” kata Rama yang pada Agustus mendatang menerbitkan dua buku dari hasil ngeblog-nya itu.

KOMPAS